Kota Tanjung Pandan



Kota Tanjung Pandan, Provinsi Bangka Belitung, hari ini sedang berdandan. Selain merayakan ulang tahunnya, kota ini juga menjadi penyelenggara Festival Tradisi Bahari tahun 2009.
Tanjung Pandan merupakan tempat kelima yang dipilih untuk menyelenggarakan Festival Bahari sejak tahun 2004. Sebelumnya, festival ini dilaksanakan di Mataram, NTB, tahun 2004; Manado, Sulawesi Utara, tahun 2005; Takalar, Sulawesi Selatan, tahun 2006; dan Lombok Timur, NTB, tahun 2007.



Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Tradisi, Ditjen Nilai Budaya, Seni, dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan Pemkab Belitung ini mempunyai tujuan untuk menggali, mengembangkan, dan memanfaatkan potensi kebaharian, juga untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi baru.



Kesadaran akan negara kita adalah negara maritim menjadi penting untuk itu kegiatan ini juga mempunyai maksud mengembalikan lagi semangat kebahariaan, terutama generasi muda, agar mulai melihat kembali potensi kebaharian yang dimiliki oleh negara ini.



Kota Tanjung Pandan dipilih menjadi penyelenggara tahun ini karena beberapa alasan. Sebab, Kota Tanjung Pandan merupakan daerah kepulauan yang mempunyai alam dan lingkungan kebaharian, masyarakat yang masih menganut nilai-nilai tradisi kebaharian, seperti upacara laut yang masih dijalankan hingga kini, serta untuk menyambut Babel Archipelago.



Festival Tradisi Bahari kali ini dilaksanakan dari tanggal 1-5 Juli 2009 dan rencana akan dibuka Gubernur Bangka Belitung dan dihadiri Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta Bupati Belitung.



Penyelenggaraan Festival Tradisi Bahari ini juga dilaksanakan bertepatan dengan hari jadi ke-171 Kota Tanjung Pandan, kegiatan yang dipusatkan di taman wisata Pantai Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat sehingga ke depan dapat dijadikan calender of event dari daerah ini.



Adapun jenis kegiatan yang akan dilaksanakan di antaranya adalah upacara laut, buang jong, diskusi budaya bahari, lomba yang berkaitan dengan tradisi bahari (lomba gebuk bantal di laut, merajut jaring, tarik tambang perahu, dayung, tangkap bebek, ngijing), pameran yang berkaitan dengan kerajinan dan peralatan menangkap ikan, atraksi seni (antu bubu, stambul fajar, beripat beregong, campak darat, lesung panjang, gajah manunggang, dan lain-lain), dan pemutaran film (Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta, Si Jago Merah, dan Denias).

Pulau Belitung diserbu para Seniman

Pulau Belitung yang terletak di sebelah timur Sumatra, adalah kawasan yang elok. seluruh wilayahnya dikelilingi pantai pasir putih. Keindahan panorama di pulau yang tergabung dalam propinsi Bangka -Belitung ini, mengundang kehadiran para seniman tanah air untuk mengabadikannya ke dalam karya seni mereka.
Pagi itu…………setelah melalui penerbangan selama kurang lebih 1 jam dari Jakarta, 62 seniman yang tergabung dalam sebuah komunitas seniman yang mayoritas pelukis, tiba di bandara Hananjudin, Tanjung Pandan Belitung. Keceriaan terpancar dari raut wajah para pelukis beragam usia ini. Walaupun peralatan melukis seperti kanvas, cat air dan lainnya terasa sedikit memberatkan barang bawaan. Diantara rombongan pelukis ini terdapat nama-nama yang cukup dikenal di kalangan seni, seperti Tresna Suryawan, IB Said dan Erman Sadin.
Dipilihnya Belitung sebagai lokasi kegiatan melukis bersama, awalnya memang tak terpikirkan sebelumnya, mengingat informasi perihal Belitung sedikit sekali diterima. Memotret kehidupan nelayan adalah tujuan pertama. Di pulau dengan jumlah penduduk sekitar 200 ribu jiwa ini, 10 persennya bermata pencaharian sebagai nelayan. Lokasi pelabuhan, kesibukan nelayan melakukan bongkar muat barang serta hamparan kapal yang sandar di pelabuhan merupakan pemandangan unik.

Tak kalah dengan kesibukan di pelabuhan, para pelukis pun segera mencari sudut pandang yang tepat untuk dituangkan ke atas kanvas. Beberapa diantara pelukis berbagai aliran semisal impresionisme, realisme, abstrak, serta lainnya mulai melakukan coretan-coretan kecil yang awalnya berbentuk sebuah sketsa di atas kanvas, berukuran rata-rata satu meter persegi. Dari sketsa inilah setiap pelukis, mulai menggarap karya mereka sesuai dengan alirannya.
Sepintas, orang awam mungkin sulit mendefinisikan isi dan makna dari sebagian gambar atau lukisan ini. Namun dapat dipastikan tarikan garis demi garis di atas kanvas menunjukan bahwa panorama di Belitung, sarat dengan keindahan. Lain lagi gaya pelukis jika objek lukisannya adalah beberapa pantai yang dijadikan pemda setempat sebagai lokasi wisata. Diantaranya Pantai Burong Mandi yang unik. Struktur bebatuan di pantai ini, dari kejauhan mirip dengan burung yang sedang mandi. Pantai inipun tak luput dari perhatian para seniman berbagai usia ini.

Masing-masing larut dalam keasyikannya mencurahkan inspirasi. Begitu pula lokasi pantai lainnya, semisal Pantai Kelayang, Pantai Tanjung Tinggi serta segala sesuatu yang merupakan ciri khas masyarakat Belitung. Pesona Belitung memang terlalu indah untuk diabaikan. Sosok seniman lekat dengan penampilan yang terkesan apa adanya, bahkan cenderung nyentrik.
Biasanya, setiap seniman memiliki ciri khas tertentu seperti topi, gelang, pakaian atau bentuk lainnya. Belum lagi ditambah dengan kepribadian si seniman itu sendiri yang cenderung eksentrik, yang belum tentu bisa diterima orang banyak. Dengan kombinasi penampilan dan kepribadian nyeleneh tersebut, menyeret kita berasumsi bahwa seniman seolah ingin membentuk komunitas sendiri tanpa mau diusik pihak luar.

Selintas, penampilan para seniman yang cenderung apa adanya bahkan kumal, membentuk persepsi bahwa hidup mereka pas-pasan. Padahal, bila dilihat dari sisi kehidupan ekonomi sang seniman, sesungguhnya mereka bisa dibilang cukup. Bahkan beberapa diantaranya bisa menghasilkan lukisan yang laku dijual puluhan juta rupiah.

Seperti misalnya para seniman yang ikut dalam acara melukis bersama di Belitung ini. Bagi mereka, justru karena mereka memiliki uang dari hasil karya sendiri, mereka pun leluasa memilih gaya berpakaian. Dari yang apa adanya hingga yang rapi. Ekspresi berkesenian bagaimanapun memang seringkali bersifat amat individu. Dan itu termasuk penampilan sang seniman. Sebetulnya banyak juga seniman yang tampil necis, rapi tak ubahnya pegawai kantoran. Tapi penampilan urakan memang terasa lebih menonjol.

Dalam komunitas seniman yang tengah berkumpul di Belitung ini misalnya, banyak yang tampil dengan rambut gondrong padahal usia sudah menua. Ada juga yang bahkan tidak pernah mandi entah sudah berapa lama. Namun sesuai dengan sifat berkesenian yang hakikatnya bebas tidak terkotak-kotak, penampilan nyeleneh bukan masalah. Yang penting, hasil karya mereka terwujud sesuai kehendak hati. Pada akhirnya, kembali pada hakikat sang seniman itu untuk berkarya.

Tentu berbeda dengan orang-orang yang bekerja di kantor, yang dituntut berpakaian sesuai peran, maka sejatinya para seniman ini adalah orang yang merdeka untuk memilih. Sebagaimana mereka pun merdeka untuk berkarya. Tidak semua seniman memang sukses secara materi. Seperti juga tidak semua seniman sulit dipahami. Namun hanya menilai seseorang dari tampilan fisik seringkali menyesatkan. Kentalnya hubungan secara batin di antara para seniman juga tidak diragukan lagi.

Aroma persaingan dalam berkarya, sama sekali tidak tercium. apalagi jika tengah berkumpul. Hanya ada tawa canda dan rasa kebersamaan. Maka yang terlihat adalah satu bentuk komunitas yang sangat unik. Terkesan kekanak-kanakan, namun sesungguhnya menggambarkan kedekatan mereka.

0 komentar:

Posting Komentar

Posted by on | |

Kota Tanjung Pandan



Kota Tanjung Pandan, Provinsi Bangka Belitung, hari ini sedang berdandan. Selain merayakan ulang tahunnya, kota ini juga menjadi penyelenggara Festival Tradisi Bahari tahun 2009.
Tanjung Pandan merupakan tempat kelima yang dipilih untuk menyelenggarakan Festival Bahari sejak tahun 2004. Sebelumnya, festival ini dilaksanakan di Mataram, NTB, tahun 2004; Manado, Sulawesi Utara, tahun 2005; Takalar, Sulawesi Selatan, tahun 2006; dan Lombok Timur, NTB, tahun 2007.



Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Tradisi, Ditjen Nilai Budaya, Seni, dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan Pemkab Belitung ini mempunyai tujuan untuk menggali, mengembangkan, dan memanfaatkan potensi kebaharian, juga untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi baru.



Kesadaran akan negara kita adalah negara maritim menjadi penting untuk itu kegiatan ini juga mempunyai maksud mengembalikan lagi semangat kebahariaan, terutama generasi muda, agar mulai melihat kembali potensi kebaharian yang dimiliki oleh negara ini.



Kota Tanjung Pandan dipilih menjadi penyelenggara tahun ini karena beberapa alasan. Sebab, Kota Tanjung Pandan merupakan daerah kepulauan yang mempunyai alam dan lingkungan kebaharian, masyarakat yang masih menganut nilai-nilai tradisi kebaharian, seperti upacara laut yang masih dijalankan hingga kini, serta untuk menyambut Babel Archipelago.



Festival Tradisi Bahari kali ini dilaksanakan dari tanggal 1-5 Juli 2009 dan rencana akan dibuka Gubernur Bangka Belitung dan dihadiri Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta Bupati Belitung.



Penyelenggaraan Festival Tradisi Bahari ini juga dilaksanakan bertepatan dengan hari jadi ke-171 Kota Tanjung Pandan, kegiatan yang dipusatkan di taman wisata Pantai Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat sehingga ke depan dapat dijadikan calender of event dari daerah ini.



Adapun jenis kegiatan yang akan dilaksanakan di antaranya adalah upacara laut, buang jong, diskusi budaya bahari, lomba yang berkaitan dengan tradisi bahari (lomba gebuk bantal di laut, merajut jaring, tarik tambang perahu, dayung, tangkap bebek, ngijing), pameran yang berkaitan dengan kerajinan dan peralatan menangkap ikan, atraksi seni (antu bubu, stambul fajar, beripat beregong, campak darat, lesung panjang, gajah manunggang, dan lain-lain), dan pemutaran film (Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta, Si Jago Merah, dan Denias).

Pulau Belitung diserbu para Seniman

Pulau Belitung yang terletak di sebelah timur Sumatra, adalah kawasan yang elok. seluruh wilayahnya dikelilingi pantai pasir putih. Keindahan panorama di pulau yang tergabung dalam propinsi Bangka -Belitung ini, mengundang kehadiran para seniman tanah air untuk mengabadikannya ke dalam karya seni mereka.
Pagi itu…………setelah melalui penerbangan selama kurang lebih 1 jam dari Jakarta, 62 seniman yang tergabung dalam sebuah komunitas seniman yang mayoritas pelukis, tiba di bandara Hananjudin, Tanjung Pandan Belitung. Keceriaan terpancar dari raut wajah para pelukis beragam usia ini. Walaupun peralatan melukis seperti kanvas, cat air dan lainnya terasa sedikit memberatkan barang bawaan. Diantara rombongan pelukis ini terdapat nama-nama yang cukup dikenal di kalangan seni, seperti Tresna Suryawan, IB Said dan Erman Sadin.
Dipilihnya Belitung sebagai lokasi kegiatan melukis bersama, awalnya memang tak terpikirkan sebelumnya, mengingat informasi perihal Belitung sedikit sekali diterima. Memotret kehidupan nelayan adalah tujuan pertama. Di pulau dengan jumlah penduduk sekitar 200 ribu jiwa ini, 10 persennya bermata pencaharian sebagai nelayan. Lokasi pelabuhan, kesibukan nelayan melakukan bongkar muat barang serta hamparan kapal yang sandar di pelabuhan merupakan pemandangan unik.

Tak kalah dengan kesibukan di pelabuhan, para pelukis pun segera mencari sudut pandang yang tepat untuk dituangkan ke atas kanvas. Beberapa diantara pelukis berbagai aliran semisal impresionisme, realisme, abstrak, serta lainnya mulai melakukan coretan-coretan kecil yang awalnya berbentuk sebuah sketsa di atas kanvas, berukuran rata-rata satu meter persegi. Dari sketsa inilah setiap pelukis, mulai menggarap karya mereka sesuai dengan alirannya.
Sepintas, orang awam mungkin sulit mendefinisikan isi dan makna dari sebagian gambar atau lukisan ini. Namun dapat dipastikan tarikan garis demi garis di atas kanvas menunjukan bahwa panorama di Belitung, sarat dengan keindahan. Lain lagi gaya pelukis jika objek lukisannya adalah beberapa pantai yang dijadikan pemda setempat sebagai lokasi wisata. Diantaranya Pantai Burong Mandi yang unik. Struktur bebatuan di pantai ini, dari kejauhan mirip dengan burung yang sedang mandi. Pantai inipun tak luput dari perhatian para seniman berbagai usia ini.

Masing-masing larut dalam keasyikannya mencurahkan inspirasi. Begitu pula lokasi pantai lainnya, semisal Pantai Kelayang, Pantai Tanjung Tinggi serta segala sesuatu yang merupakan ciri khas masyarakat Belitung. Pesona Belitung memang terlalu indah untuk diabaikan. Sosok seniman lekat dengan penampilan yang terkesan apa adanya, bahkan cenderung nyentrik.
Biasanya, setiap seniman memiliki ciri khas tertentu seperti topi, gelang, pakaian atau bentuk lainnya. Belum lagi ditambah dengan kepribadian si seniman itu sendiri yang cenderung eksentrik, yang belum tentu bisa diterima orang banyak. Dengan kombinasi penampilan dan kepribadian nyeleneh tersebut, menyeret kita berasumsi bahwa seniman seolah ingin membentuk komunitas sendiri tanpa mau diusik pihak luar.

Selintas, penampilan para seniman yang cenderung apa adanya bahkan kumal, membentuk persepsi bahwa hidup mereka pas-pasan. Padahal, bila dilihat dari sisi kehidupan ekonomi sang seniman, sesungguhnya mereka bisa dibilang cukup. Bahkan beberapa diantaranya bisa menghasilkan lukisan yang laku dijual puluhan juta rupiah.

Seperti misalnya para seniman yang ikut dalam acara melukis bersama di Belitung ini. Bagi mereka, justru karena mereka memiliki uang dari hasil karya sendiri, mereka pun leluasa memilih gaya berpakaian. Dari yang apa adanya hingga yang rapi. Ekspresi berkesenian bagaimanapun memang seringkali bersifat amat individu. Dan itu termasuk penampilan sang seniman. Sebetulnya banyak juga seniman yang tampil necis, rapi tak ubahnya pegawai kantoran. Tapi penampilan urakan memang terasa lebih menonjol.

Dalam komunitas seniman yang tengah berkumpul di Belitung ini misalnya, banyak yang tampil dengan rambut gondrong padahal usia sudah menua. Ada juga yang bahkan tidak pernah mandi entah sudah berapa lama. Namun sesuai dengan sifat berkesenian yang hakikatnya bebas tidak terkotak-kotak, penampilan nyeleneh bukan masalah. Yang penting, hasil karya mereka terwujud sesuai kehendak hati. Pada akhirnya, kembali pada hakikat sang seniman itu untuk berkarya.

Tentu berbeda dengan orang-orang yang bekerja di kantor, yang dituntut berpakaian sesuai peran, maka sejatinya para seniman ini adalah orang yang merdeka untuk memilih. Sebagaimana mereka pun merdeka untuk berkarya. Tidak semua seniman memang sukses secara materi. Seperti juga tidak semua seniman sulit dipahami. Namun hanya menilai seseorang dari tampilan fisik seringkali menyesatkan. Kentalnya hubungan secara batin di antara para seniman juga tidak diragukan lagi.

Aroma persaingan dalam berkarya, sama sekali tidak tercium. apalagi jika tengah berkumpul. Hanya ada tawa canda dan rasa kebersamaan. Maka yang terlihat adalah satu bentuk komunitas yang sangat unik. Terkesan kekanak-kanakan, namun sesungguhnya menggambarkan kedekatan mereka.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
chityrohhma
.jika ingin menjadi seseorang yang berharga lakukan semua dari diri mu sendiri.. .enjoy yourself guys =)
Lihat profil lengkapku

alexa

pengunjung

Map

Flag

free counters

bloguez.com

daftar isi

Followers

Search

5 ARTIKEL POPULER

Labels